BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Bunyi
merupakan suatu gelombang longitudinal hasil dari suatu getaran yang dapat
merangsang indra pendengaran. Pandangan bahwa bunyi merambat seperti gelombang
air pertama kali dikemukakan oleh Marcus Vitruvins Pollio di Romawi, pada satu
abad sebelum Masehi.
Pengukuran
adalah suatu proses membandingkan besaran yang diukur dengan besaran standar.
Makalah
ini akan memaparkan alat pengukur mengenai bunyi. Seperti intensitas bunyi,
frekuensi bunyi, pembalikan bunyi, dan kebisingan.
1.2
Tujuan
Adapun
yang menjadi tujuan penulisan makalah ini yaitu peserta diskusi dapat memahami
alat-alat yang digunakan untuk mengukur intensitas bunyi, frekuensi bunyi,
pembalikan bunyi, dan kebisingan.
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Pemahaman Bunyi
2.1.1
Bunyi merupakan Gelombang Longtudinal
Gelombang
bunyi merupakan gelombang longitudinal,yaitu gelombang yang terdiri atas
partikel-partikel yang berosilasi searah dengan gerak gelombang tersebut,
membentuk daerah bertekanan tinggi dan rendah (rapatandan renggangan). Partikel
yang saling berdesakan akan menghasilkan gelombang bertekanan tinggi, sedangkan
molekul yang meregang akan menghasilkan gelombang bertekanan rendah. Kedua
jenis gelombang ini menyebar dari sumber bunyi dan bergerak secara bergantian
padamedium.
Gelombang
bunyi dapat bergerak melalui zat padat, zat cair, dan gas, tetapi tidak bisa
melalui vakum, karena di tempat vakum tidak ada partikel zat yang akan
mentransmisikan getaran. Kemampuan gelombang bunyi untuk menempuh jarak
tertentu dalam satu waktu disebut kecepatan
bunyi. Kecepatan bunyi di udara bervariasi, bergantung temperatur udara
dan kerapatannya. Apabila temperatur udara meningkat, maka kecepatan bunyi akan
bertambah. Semakin tinggi kerapatan udara, maka bunyi semakin cepat merambat.
Kecepatan bunyi dalam zat cair lebih besar daripada cepat rambat bunyi di
udara. Sementara itu, kecepatan bunyi pada zat padat lebih besar
daripada cepat rambat bunyi dalam zat cair dan udara.
2.1.2
Sifat Bunyi
Pada
umumnya, bunyi memiliki tiga sifat, yaitu tinggi rendah bunyi, kuat lemah
bunyi, dan warna bunyi. Tinggi rendah bunyi adalah kondisi gelombang bunyi yang
diterima oleh telinga manusia berdasarkan frekuensi (jumlah getaran per detik).
Tinggi suara ( pitch) menunjukkan sifat bunyi yang mencirikan ketinggian
atau kerendahannya terhadap seorang pengamat. Sifat ini berhubungan dengan
frekuensi, namun tidak sama. Kekerasan bunyi juga memengaruhi titi nada. Hingga
1.000 Hz, meningkatnya kekerasan mengakibatkan turunnya titi nada. Gelombang
bunyi dibatasi oleh jangkauan frekuensi yang dapat merangsang telinga dan otak
manusia kepada sensasi pendengaran. Jangkauan ini adalah 20 Hz sampai 20.000
Hz, di mana telinga manusia normal mampu mendengar suatu bunyi. Jangkauan
frekuensi ini disebut audiosonik.
Sebuah gelombang bunyi yang memiliki frekuensi di bawah 20 Hz dinamakan
sebuah gelombang infrasonik.Sementara
itu, bunyi yang memiliki frekuensi di atas 20.000 Hz disebut ultrasonik. Banyak hewan yang
dapat mendengar bunyi yang frekuensinya di atas 20.000 Hz. Misalnya, kelelawar
dapat mendeteksi bunyi yang frekuensinya sampai 100.000 Hz, dan anjing dapat
mendengar bunyi setinggi 50.000 Hz.
Kelelawar
menggunakan ultrasonik sebagai alat penyuara gema untuk terbang dan berburu.
Kelelawar mengeluarkan decitan yang sangat tinggi dan menggunakan telinganya
yang besar untuk menangkap mangsanya. Gema itu memberitahu kelelawar mengenai
lokasi mangsanya atau rintangan di depannya (misalnya pohon atau dinding gua).
Kuat lemah
atau intensitas bunyi adalah kondisi gelombang bunyi yang diterima oleh telinga
manusia berdasarkan amplitudo dari gelombang tersebut. Amplitudo adalah simpangan
maksimum, yaitu simpangan terjauh gelombang dari titik setimbangnya.Intensitas menunjukkan sejauh
mana bunyi dapat terdengar. Jika intensitasnya kecil, bunyi akan melemah dan
tidak dapat terdengar. Namun, apabila intensitasnya besar, bunyi menjadi
semakin kuat, sehingga berbahaya bagi alat pendengaran. Untuk mengetahui
hubungan antara amplitudo dan kuat nada, dapat diketahui dengan melakukan
percobaan menggunakan garputala. Garputala dipukulkan ke meja dengan dua
pukulan yang berbeda, akan dihasilkan yaitu pukulan yang keras menghasilkan
bunyi yang lebih kuat.
Hal ini
menunjukkan bahwa amplitudo getaran yang terjadi lebih besar. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa kuat lemahnya nada atau bunyi bergantung pada besar
kecilnya amplitudo. Semakin besar amplitudo getaran, maka semakin kuat pula
bunyi yang dihasilkan.
Warna bunyi adalah bunyi yang diterima oleh
alat pendengaran berdasarkan sumber getarannya. Sumber getaran yang berbeda
akan menghasilkan bentuk gelombang bunyi yang berbeda pula. Hal ini menyebabkan
nada yang sama dari dua sumber getaran yang berbeda pada telinga manusia.
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1 ALAT-ALAT UKUR BUNYI
3.1.1 Sonometer
Sonometer
adalah alat untuk menyelidiki frekuensi getaran senar. Alat ini terdiri atas
sebuah kotak kosong yang berlubang dengan kawat yang ditegangkan di atasnya.
Satu ujung kawat diikat dan satu ujung yang lain diberi beban lewat katrol.
Jika kawat digetarkan, maka nada yang dihasilkan dapat ditala dengan garpu
tala. Dengan demikian, efek dari panjang kawat dan tegangan (beban) dapat
diselidiki.
Sonometer
merupakan sebuah alat bantu penala dan digunakan dalam laboratorium fisika
sebagai alat penguji nilai frekuensi peralatan. Misalnya frekuensi sebuah dawai
yang ditarik.
Besar
frekuensi getaran kawat dirumuskan :
Dimana :
l = panjang senar (m)
F = tegangan senar atau beban (N)
µ = masa senar per satuan panjang (kg/m)
f = Frekuensi (Hz)
3.1.2 Alat pengukur beda tekanan bunyi dalam ruang
terpisah
Alat
ukur bunyi mengukur beda tekanan dalam ruang terpisah pada tiap bentuk ruang
bunyi. Jika tekanan yang diukur disesuaikan dengan keadaan sekitar, maka ruang
terpisah yang lebih rendah lepas ke udara dan ukuran tekanannya diukur. Jika
ruang terpisah yang lebih rendah dipisahkan untuk membentuk ruang hampa, maka
tekanan yang teruukur akan berada pada satuan mutlak. Bagaimanapun, untuk
mengukur perbedaan tekanan, tekanan yang lebih tinggi dihubungkan kepada puncak
ruang dan tekanan yang lebih rendah pada bagian dasarnya.
Alat
Pendeteksi d/p pembalikan bunyi
Alat
ukur bunyi digunakan pada aplikasi jika tekanan yang sangat rendah diperlukan
untuk pengukuran, khususnya pada nilai 0- 250 Pa.
3.1.3 Alat Ukur Intensitas Suara (SLM)
Sound
level meter adalah alat pengukur suara. Mekanisme kerja SLM apabila ada benda
bergetar, maka akan menyebabkan terjadinya perubahan tekanan udara yang dapat
ditangkap oleh alat ini, selanjutnya akan menggerakkan meter penunjuk. Sebuah alat ukur kebisingan disebut Sound Meter. Alat ini didesign
memberikan respon seperti telinga manusia dengan memasukkan sebuah penguat
dalam rangkaian elektroniknya yang memberikan penguatan tegangan yang lebih
kecil pada frekuensi rendah dan tinggi. Alat ukur ini ditandai dalam satuan desibel (disingkat dB). Desibel (Lambang Internasional = dB) adalah satuan untuk mengukur intensitas suara. Huruf
"B" pada dB ditulis dengan huruf besar karena merupakan bagian dari
nama penemunya, yaitu "Bell"
(Alexander Graham Bell).Sound meter, ada 2 jenis yaitu :
1.
Sound meter analog, pada
instrumen ini disusun dari rangkaian listrik yang didesign khusus akan
mengkonversi sinyal listrik dari mikropon menjadi suatu bacaan angka pada
skala.
2.
Sound meter digital, pada
instrument ini disusun dari rangkaian listrik yang didesign khusus akan
mengkonversi sinyal listrik dari mikropon menjadi bacaan angka yang terdisplai
pada layar.
Beberapa sound meter digital mengatur rentang pengukuran sendiri. Ia
mampu memilih pengukuran yang terbaik, lalu memperlihatkan pada display.
Ketepatan alat jenis ini jauh lebih baik daripada jenis analog pada
umumnya, yaitu lebih kecil daripada 1% dan sering hanya 0,1 %. Kesalahan
penunjukan akan dihilang oleh display digital.
Walaupun instrumen digital pasti lebih mudah dan jelas dibaca oleh semua
orang, tetapi itu hanya benar kalau besaran yang diukur bersifat statis. Untuk
mengukur besaran secara relatif berubah pelan-pelan, sound meter analog lebih
sesuai. Karena itulah, sound meter analog lebih cocok untuk memperlihatkan
trend ( kecendrungan ) jenjang ukuran.
Prinsip kerja Sound Meter
Dalam setiap alat ukur pastilah memiliki prinsip kerja yang harus
dipahami oleh orang atau praktikan yang akan menggunakan alat ukur yang akan
digunakan. Dalam alat ukur Sound Meter menggunakan sistem pengukuran ini
biasanya dibangun dari sejumlah hubungan antar komponen.
Pada gambar 3 menunjukkan prinsip dasar alat
meteran kebisingan suara (Sound Meter)
Keterangan gambar diatas :
·
Tekanan suara diubah menjadi tegangan melalui
mikrofon. Pada umumnya Mikrofon menggunakan diafragma tipis untuk mengubah
tekanan menjadi gerakan.
·
Gerakan ini selanjutnya diubah menjadi tegangan
oleh tranduser yang cocok biasanya tipe kapasitansi piezoelektrik atau tipe
kumparan berputar.
·
Tegangan keluaran mikrofon secara umum adalah
sangat kecil dan pada suatu tingkat impedansi tinggi; sehingga pada keluaran
mikrofon dipergunakan penguat dengan impedansi masukan dan penguatan yang
tinggi. Penguat ac sederhana relative dapat digunakan, karena tidak diperlukan
tanggapan terhadap tegangan yang static (tak berubah) atau tegangan yang
berubah secara perlahan.
·
Berikutnya setelah penguat pertama adalah jaringan
imbangan. Jaringan ini adalah suatu filter elektris yang mempunyai tanggapan
frekuensi disesuaikan sehingga mendekati tanggapan frekuensi telinga manusia
rata-rata.
·
Jaringan timbangan adalah filter elektris yang
dirancang mendekati tanggapan pendengaran manusia pada tiga tingkat kenyaringan
yang berbeda. Sehingga pembacaan instrument akan menyatakan kenyaringan yang
terasakan. Biasanya disediakan tiga buah filter, yaitu A ( mendekati tanggapan
pendengaran 40 phon ), B ( 70 phon ), dan C ( 100 phon ). Kenyataannya, banyak
pengukuran praktis dibuat dengan menggunakan skala A karena ini merupakan
pendekatan sederhana yang memberikan hasil baik dalam banyak kasus dan telah
ditulis ke dalam banyak standard dan kode. Pembacaan dilakukan pada jaringan
timbangan disebut tingkat suara.
·
Keluaran jaringan timbangan selanjutnya diperkuat
dan suatu jack keluaran tersedia untuk mengeluarkan sinyal ke osiloskop ( jika
diinginkan pengamatan bentuk gelombangnya ) atau ke penganalisis gelombang (
jika akan menentukan kandungan frekuensi suara ). Pemfilteran dilengkapi dengan
filter RC lolos rendah sederhana dan meter dinamika lolos rendah.
·
Beberapa meter memiliki perpindahan tanggapan cepat
maupun pelan yang mengubah pemfilteran. Posisi pelan memberikan suatu
kemantapan, memudahkan pembacaan posisi jarum, tetapi tidak mampu membaca bila
terjadi perubahan sinyal dalam waktu yang pendek. Jika diinginkan pembacaan
pada perubahan waktu pendek, maka pengamatan pada meter dialihkan ke tanggapan
cepat.
·
Selanjutnya pembacaan meter adalah nilai rms dan
tekanan suara, ini dikalibrasi dalam desibel ( dB ) karena desibel
mendefinisikan dengan baik suatu hubungan antara tekanan suara dalam alat.
Kalibrasi Sound Meter
Sebelum dan sesudah pengukuran-pengukuran, perlulah untuk mengecek bahwa
bacaan yang ditayangkan adalah benar dan kalibrasikan meteran tingkat
kebisingan. Kalibrasi dapat dilakukan dengan dua cara: secara internal dengan
sinyal-sinyal listrik atau secara akustik dengan kalibrator suara atau
pistonphon.
Kalibrasi internal dilakukan dengan menggunakan referensi tegangan pada
rangkaian-rangkaian listrik dari meteran tingkat kebisingan serta amplitude
disesuaikan. Penyesuaian dilakukan dengan membandingkan nilai yang ditunjukkan
oleh fitur kalibrasi internal terhadap nilai tertayang dari meteran tingkat
kebisingan.
Kalibrasi akustik dilakukan dengan menyisipkan generator suara atau
pistonphon ke dalam mikrofon dari meteran tingkat kebisingan dan menggunakan
tekanan ssuara referensi (berbeda menurut alatnya, misalnya 94 dB pada 1 kHz,
124 dB pada 250 Hz, dll.). Skala penuh (FS) dari meteran tingkat kebisingan
yang dipakai oleh masukan sinyal kalibrasi disetel 6 dB lebih tinggi dari pada
tingkat tekanan suara dari sinyal kalibrasi normal. Misalnya, bila suara sinyal
kalibrasi adalah 124 dB, 130 dB disetel, atau bila suara sinyal kalibrasi
adalah 94 dB, 100 dB disetel pada alat.
Pada sound level meter tipe S2A, kalibrasi sound meter dilakukan dengan
hati-hati. Kalibrasikan sound meter sebelum melakukan tes suara. Menggunakan
calibrator yang disetujui pabriknya.
1. Mengaktifkan kalibrator dan sound level meter
2. Memutar tombol penyetel, dan mengatur tingkat
tekanan suara
3. Memastikan kalibrator berada pada sound level meter
yang benar
4. Menyesuaikan sound level meter untuk mendapatkan
pembacaan yang benar.
Prosedur Pengukuran
Kekuatan bunyi bergantung pada amplitudo gelombang
bunyi. Gelombang suara diudara yang mengelilingi kita merupakan akibat adanya
perubahan tekanan yang sangat kecil dan cepat. Tingkat tekanan suara ( SPL =
the sound pressure level ) didefinisikan
SPL ( Sound Pressure level ) = 20 log 10 desibel ( dB) ( 3.1 )
Dengan p =
akar kuadrat rata-rata (rms ) tekanan suara, µ bar ( 3.2)
Dan 1 µ bar = 1 dyn/cm2 = 1.45 x 10-5 lb/in2 (3.3)
Nilai rms dari komponen fluktuasi tekanan digunakan
karena kebanyakan suara adalah sinyal acak bukan gelombang sinus murni. Nilai
0,0002 µbar digunakan sebagai nilai acuan standar dari tekanan terhadap
tekanan lain diperbandingkan dengan pers ( 3.1 ).
Perhatikan, apabila p = 0,0002 µbar,
tingkat tekanan suara adalah 0 dB. Nilai ini telah dipilih secara sembarang,
tetapi mewakili ambang rata-rata dari pendengaran manusia jika suatu nada 1000
Hz digunakan. Tingkat 0 dB telah dipilih sebagai fluktuasi tekanan terendah
yang dapat dirasakan manusia secara normal.
Dalam sound level meter tipe S2A analog, memiliki
tombol ON dan OFF dimana tombol tersebut memerintah dalam pengoperasiannya.
Tombol ON mengaktifkan instrument tersebut, dan Tombol OFF untuk
mengnonaktifkan instrument.
Adapun pengukuran pada instrument ini, sangat mudah
dan sederhana yaitu :
1. Menekan tombol ON untuk mengaktifkannya
2. Memutar tombol penyetel untuk menentukan tingkat
tekanan suara, sebelum pengukuran test suara. Misalnya 70-80 dB, 70 berada pada
garis tebal atas sebelah kiri (0) dan 80 pada garis tebal atas sebelah kanan (
10 ). Pada sound level meter tipe S2A memiliki 10 skala, dan skala terluar (0)
berupa garis skala berwarna merah
3. Pada pembacaan meter ini, jika jarum penunjuk skala
bergerak ke kanan (+) dan ke kiri (-).
4. Membaca hasil pengukuran pada sound level meter
secara langsung.
5. Mencatat hasil pengukuran
6. Setelah pengukuran, melepas tombol ON untuk OFF
Pengukuran tingkat tekanan suara terendah 40 dB
(berdasarkan ambang pendengaran normal manusia). Pengukuran tingkat tekanan
suara tertinggi 130 dB (berdasarkan ambang pendengaran rasa sakit).
3.1.4 Cepat Rambat Bunyi di Udara
Tabung resonansi
digunakan untuk mengukur kecepatan merambat gelombang suara di udara.
Bagian-bagian tabung
resonansi
1. Tabung resonansi
2. Garpu tala
3. Pemukul garpu tala
Prinsip Kerja
Resonansi adalah peristiwa ikut bergetarnya
suatu benda karena ada benda lain bergetar dengan frekuensi yang sama atau
frekuensi yang satu merupakan kelipatan frekuensi yang lain.
Peristiwa resonansi pada tabung resonansi digunakan untuk mengukur cepat rambat bunyi di udara, dengan rumus :
v = l x f
f = frekuensi garpu tala yang digunakan (Hz)
v = cepat rambat bunyi (m/s)
l = panjang gelombang (m)
Peristiwa resonansi pada tabung resonansi digunakan untuk mengukur cepat rambat bunyi di udara, dengan rumus :
v = l x f
f = frekuensi garpu tala yang digunakan (Hz)
v = cepat rambat bunyi (m/s)
l = panjang gelombang (m)
Jika gelombang suara merambat dalam suatu
tabung berisi udara, maka antara gelombang datang dan gelombang yang
dipantulkan oleh dasar tabung akan terjadi superposisi, sehingga dapat timbul
resonansi gelombang berdiri jika panjang tabung udara merupakan kelipatan dari
( = panjang gelombang resonansi). Jika gelombang suara dipandang sebagai
gelombang simpangan, pada ujung tabung yang tertutup akan terjadi simpul (s),
tetapi jika ujungnya terbuka akan terjadi perut (p).
= n + 1
= n + 1 ; dengan n = 0,1,2,…
Jadi, = (jumlah perut sama dengan jumlah simpul)
= n + 1
= n + 1 ; dengan n = 0,1,2,…
Jadi, = (jumlah perut sama dengan jumlah simpul)
Bila panjang kolom udara dalam tabung tidak
diubah, maka hanya frekuensi-frekuensi tertentu saja yang menghasilkan
resonansi. Maka persamaannya sebagai berikut :
n ; dimana n = 0,1,2,3,...lln =
n ; dimana n = 0,1,2,3,...lln =
n adalah panjang gelombang resonansi. Resonansi
nada dasar terjadi dengan n = 0, sedangkan n = 1,2, .. menghasilkan resonansi
nada atas pertama, kedua, dst. Dalam hal ini resonansi yang terjadi sama dengan
resonansi pada pipa organa tertutup.l
a.
Syarat nada dasar
tabung resonansi
Gbr fo pipa organa
tertutup
Gambar gelombang
n = 0àln = n ;untuk fo
n = 0àln = n ;untuk fo
b. Nada atas pertama (f1)
1 =àl1 = 1
f1 =àf1 =
f1 =àf1 =
c. Nada atas kedua (f2)
2 =àl2 = 2
f2 =àf2 =
f2 =àf2 =
Dengan demikian, untuk nilai kecepatan
perambatan gelombang yang sama, akan diperoleh perbandingan antara frekuensi nada-nada
pada tabung resonansi, sebagai berikut :
f0 : f1 : f2 = : :
f0 : f1 : f2 = 1 : 3 : 5
Secara umum, bentuk persamaan frekuensi harmonik dari tabung resonansi dapat dirumuskan menjadi
fn = v
dengan n = 0,1,2,…
Peristiwa resonansi ini banyak sekali dimanfaatkan dalam kehidupan, misalnya saja resonansi gelombang suara pada alat-alat musik. Gelombang suara merupakan mekanik yang dapat dipandang sebagai gelombang simpangan maupun sebagai gelombang tekanan.
Prosedur Pengukuran
f0 : f1 : f2 = : :
f0 : f1 : f2 = 1 : 3 : 5
Secara umum, bentuk persamaan frekuensi harmonik dari tabung resonansi dapat dirumuskan menjadi
fn = v
dengan n = 0,1,2,…
Peristiwa resonansi ini banyak sekali dimanfaatkan dalam kehidupan, misalnya saja resonansi gelombang suara pada alat-alat musik. Gelombang suara merupakan mekanik yang dapat dipandang sebagai gelombang simpangan maupun sebagai gelombang tekanan.
Prosedur Pengukuran
1. Mengusahakan mula-mula agar permukaan air dalam
tabung cukup tinggi dekat dengan ujung atas dari tabung (dengan reservoir).
2.
Mengambil garputala
yang frekuensinya sudah diketahui.
3.
Menggetarkan garputala
yang telah diketahui frekuansinya dengan pemukul garputala. Untuk menjamin keamanan
tabung gelas, melakukan pemukulan garputala jauh dari tabung.
4.
Memperhatikan saat
bunyi nyaring yang pertama. Mengukur tinggi kolom dengan meteran (skala).
5.
Menurunkan terus
permukaan hingga diperoleh bunyi nyaring kedua. Ukur tinggi kolom udara.
6.
Menurunkan lagi permukaan hingga diperoleh bunyi nyaring
ketiga. Mengukur tinggi kolom udara.
7.
Mencatat kedudukan
permukaan air pada saat terjadi resonansi.
Cara Pembacaan Hasil
Pengukuran
1. Menuliskan persamaan resonansi.
2.
Mentukan panjang
gelombang bunyi yang dihasilkan.
3.
Dari hubungan
frekuensi dan panjang gelombang bunyi tersebut, menentukan cepat rambat bunyi
di udara dengan menggunakan rumus
v = f x .
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
1.
Alat untuk menyelidiki frekuensi
getaran senar adalah sonometer. Dalam penggunaa sonometer, frekuensi senar di
pengaruhi oleh panjang senar, masa senar persatuan panjang dan tegangan pada
senar yang disebabkan oleh beban.
2.
Alat Pendeteksi d/p pembalikan bunyi
digunakan pada aplikasi jika tekanan yang sangat rendah diperlukan untuk
pengukuran, khususnya pada nilai 0- 250 Pa.
3.
Sebuah alat
ukur kebisingan disebut Sound Meter atau biasa dikenal Sound
Level Meter (SLM)
4.
Tabung resonansi
digunakan untuk mengukur cepat rambat bunyi di udara.
5.
Jika gelombang suara
merambat dalam suatu tabung berisi udara, maka antara gelombang datang dan
gelombang yang dipantulkan oleh dasar tabung akan terjadi superposisi, sehingga
dapat timbul resonansi gelombang berdiri.
Sy suka dgn deskripsi yg dibuat oleh sdri Novia, hanya saja knapa tdk ditampilkan bentuk alat ukurnya.
BalasHapus