TEKNOLOGI PENDIDIKAN FISIKA
Nama : NOVVIA MEGA PUSPITA
NPM : 1111090013
Jurusan/Kelas : Fisika/A
Semester : V (lima)
Dosen Pembimbing :
Dr. Yuberti, M.Pd
DEFINISI TEKNOLOGI PEMBELAJARAN
BERDASARKAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA
Rumusan
tentang pengertian Teknologi Pembelajaran telah mengalami beberapa perubahan,
sejalan dengan sejarah dan perkembangan dari teknologi pembelajaran itu
sendiri. Di bawah ini dikemukakan beberapa definisi tentang Teknologi
Pembelajaran yang memiliki pengaruh terhadap perkembangan Teknologi
Pembelajaran.
1. Definisi Association for Educational
Communications Technology (AECT) 1963
“ Komunikasi audio-visual adalah
cabang dari teori dan praktek pendidikan yang terutama berkepentingan dengan
mendesain, dan menggunakan pesan guna mengendalikan proses belajar, mencakup
kegiatan :
a. mempelajari kelemahan dan kelebihan
suatu pesan dalam proses belajar;
b. penstrukturan dan sistematisasi oleh
orang maupun instrumen dalam lingkungan pendidikan, meliputi : perencanaan,
produksi, pemilihan, manajemen dan pemanfaatan dari komponen maupun keseluruhan
sistem pembelajaran. Tujuan praktisnya adalah pemanfaatan tiap metode dan
medium komunikasi secara efektif untuk membantu pengembangan potensi pembelajar
secara maksimal.”
Meski masih menggunakan istilah komunikasi audio-visual,
definisi di atas telah menghasilkan kerangka dasar bagi pengembangan Teknologi
Pembelajaran berikutnya serta dapat mendorong terjadinya peningkatan
pembelajaran.
Menurut Januszewski dan Persichitte, pada definisi ini
terdapat tiga peralihan konseptual utama yang memberikan kontribusi pada
formulasi berbagai pengertian TP sebagai suatu teori:
1) Penggunaan konsep “proses” daripada
konsep “produk”;
2) Penggunaan istilah “pesan” dan
“instrumentasi media” daripada “bahan” dan “mesin”;
3) Pengenalan pada bagian-bagian teori
belajar dan teori komunikasi.
Memahami tiga gagasan tersebut dan dampaknya antara satu
dengan lainnya merupakan kunci penting untuk memahami gagasan TP tahun 1963.
2. Definisi Commission on Instruction
Technology (CIT) 1970
“Dalam pengertian yang lebih umum,
teknologi pembelajaran diartikan sebagai media yang lahir sebagai akibat
revolusi komunikasi yang dapat digunakan untuk keperluan pembelajaran di
samping guru, buku teks, dan papan tulis.
Bagian yang membentuk teknologi
pembelajaran adalah televisi, film, OHP, komputer dan bagian perangkat keras
maupun lunak lainnya.”
“Teknologi Pembelajaran merupakan
usaha sistematik dalam merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi keseluruhan
proses belajar untuk suatu tujuan khusus, serta didasarkan pada penelitian
tentang proses belajar dan komunikasi pada manusia yang menggunakan kombinasi
sumber manusia dan manusia agar belajar dapat berlangsung efektif.”
Dengan mencantumkan istilah tujuan
khusus, tampaknya rumusan tersebut berusaha mengakomodir pengaruh pemikiran
B.F. Skinner (salah seorang tokoh Psikologi Behaviorisme) dalam teknologi
pembelajaran. Begitu juga, rumusan tersebut memandang pentingnya penelitian
tentang metode dan teknik yang digunakan untuk mencapai tujuan khusus.
3. Definisi Silber 1970
“Teknologi Pembelajaran adalah
pengembangan (riset, desain, produksi, evaluasi, dukungan-pasokan, pemanfaatan)
komponen sistem pembelajaran (pesan, orang, bahan, peralatan, teknik dan latar)
serta pengelolaan usaha pengembangan (organisasi dan personal) secara
sistematik, dengan tujuan untuk memecahkan masalah belajar”.
Definisi yang dikemukakan oleh
Kenneth Silber di atas menyebutkan istilah pengembangan. Pada definisi
sebelumnya yang dimaksud dengan pengembangan lebih diartikan pada pengembangan
potensi manusia. Dalam definisi Silber, penggunaan istilah pengembangan memuat
dua pengertian, disamping berkaitan dengan pengembangan potensi manusia juga
diartikan pula sebagai pengembangan dari Teknologi Pembelajaran itu sendiri,
yang mencakup : perancangan, produksi, penggunaan dan penilaian teknologi untuk
pembelajaran.
Definisi ini berbeda dengan definisi
sebelumnya dalam tiga hal: pertama, pandangan tentang pengembangan. Pada
definisi sebelumnya yang dimaksud dengan pengembangan lebih diartikan pada
pengembangan potensi manusia sedangkan pada definisi Silber, istilah
pengembangan bersifat terbuka memuat perancangan, produksi, pemanfaatan dan
evaluasi teknologi untuk pembelajaran; Kedua, definisi 1970, demikian
pula definisi 1963, beranggapan bahwa TP bersifat man-machine system dan
itu berkaitan dengan bahan. Sedangkan definisi ini tidak hanya demikian tetapi
juga merubah skup TP dengan menambah komponen bidang ini seperti teknik dan
latar. Dan terakhir, gagasan tentang TP sebagai upaya problem solving
merupakan sumbangsih original Silber, dan itu merupakan inti dari definisi
tersebut. Ide ini kemudian banyak diadopsi oleh definisi selanjutnya.
4. Definisi MacKenzie dan Eraut 1971
“Teknologi Pendidikan merupakan
studi sistematik mengenai cara bagaimana tujuan pendidikan dapat dicapai”
Definisi sebelumnya meliputi
istilah, “mesin”, instrumen” atau “media”, sedangkan dalam definisi MacKenzie
dan Eraut ini tidak menyebutkan perangkat lunak maupun perangkat keras, tetapi
lebih berorientasi pada proses.
5. Definisi AECT 1972
Pada tahun 1972, AECT berupaya
merevisi defisini yang sudah ada (1963, 1970, 1971), dengan memberikan rumusan
sebagai berikut :
“Teknologi Pendidikan adalah suatu
bidang yang berkepentingan dengan memfasilitasi belajar pada manusia melalui
usaha sistematik dalam : identifikasi, pengembangan, pengorganisasian dan
pemanfaatan berbagai macam sumber belajar serta dengan pengelolaan atas
keseluruhan proses tersebut”.
Definisi ini didasari semangat untuk
menetapkan komunikasi audio-visual sebagai suatu bidang studi. Ketentuan ini
mengembangkan gagasan bahwa teknologi pendidikan merupakan suatu profesi.
6. Definisi AECT 1977
“Teknologi pendidikan adalah proses
kompleks yang terintegrasi meliputi orang, prosedur, gagasan, sarana, dan
organisasi untuk menganalisis masalah, merancang, melaksanakan, menilai dan
mengelola pemecahan masalah dalam segala aspek belajar pada manusia.
Definisi tahun 1977, AECT berusaha
mengidentifikasi sebagai suatu teori, bidang dan profesi. Definisi sebelumnya,
kecuali pada tahun 1963, tidak menekankan teknologi pendidikan sebagai suatu
teori.
7. Definisi AECT 1994
“Teknologi Pembelajaran adalah teori
dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, serta
evaluasi tentang proses dan sumber untuk belajar.”
Meski dirumuskan dalam kalimat yang
lebih sederhana, definisi ini sesungguhnya mengandung makna yang dalam.
Definisi ini berupaya semakin memperkokoh teknologi pembelajaran sebagai suatu
bidang dan profesi, yang tentunya perlu didukung oleh landasan teori dan
praktek yang kokoh. Definisi ini juga berusaha menyempurnakan wilayah atau
kawasan bidang kegiatan dari teknologi pembelajaran. Di samping itu, definisi
ini berusaha menekankan pentingnya proses dan produk.
8. Definisi AECT (2004)
Seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi terutama dalam bidang pendidikan, psikologi dan
komunikasi-informasi, TP sebagai bidang ilmu juga semakin berkembang. Demikian
pula dengan definisinya juga mengalami perbaikan. Hal itu juga tidak dapat
dilepaskan dari evaluasi dan kritik terhadap definisi 1994.
Kritik utama yang ditujukan pada
definisi 1994 adalah bahwa TP tampak terlalu berpendakatan sistem dalam
mengembangkan pembelajaran dan itu terlalu membatasi mainstrem guru,
administrator sekolah, peneliti dan juga para sarjana TP. Karenanya, definisi
1994 direvisi dengan definisi 2004 sebagaimana dirumuskan berikut ini:
“Studi dan praktik yang berlandaskan
etika dalam menfasilitasi belajar dan meningkatkan kinerja melalui penciptaan,
penggunaan, dan pengelolaan pelbagai proses dan sumber teknologi yang tepat”.
Pada definisi yang terbaru ini,
gagasan tentang etika mulai dimasukkan. Sebagaimana kritik terhadap definisi
1994, mainstrem ilmuan, teknolog, dan praktisi TP begitu dibatasi dalam
pendekatan sistem yang memang demikianlah salah satu karakteristik teknologi,
sehingga menyebabkan TP demikian tidak luwes dan kehilangan sisi kemanusiaan
dalam pelbagai domainnya. Karenanya, diharapkan landasan etika yang menjadi
sumbangsih utama definisi terbaru ini bisa menanggulangi, meminjam istilah
Prof. Dimayati, “keterbudakan teknologi” dalam pembelajaran.
Jika kita amati isi kandungan definisi-definisi teknologi
pembelajaran di atas, tampaknya dari waktu ke waktu teknologi pemebelajaran
mengalami proses “metamorfosa” menuju penyempurnaan. Yang semula hanya
dipandang sebagai alat ke sistem yang lebih luas, dari hanya berorientasi pada
praktek menuju ke teori dan praktek, dari produk menuju ke proses dan produk,
dan akhirnya melalui perjalanan evolusionernya saat ini teknologi pembelajaran
telah menjadi sebuah bidang dan profesi.
Sejalan dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang demikian pesat, khususnya dalam bidang pendidikan, psikologi
dan komunikasi maka tidak mustahil ke depannya teknologi pembelajaran akan
semakin terus berkembang dan memperkokoh diri menjadi suatu disiplin ilmu dan profesi
yang dapat lebih jauh memberikan manfaat bagi pencapaian efektivitas dan
efisiensi pembelajaran.
Kendati demikian, harus diakui bahwa perkembangan bidang dan
profesi teknologi pembelajaran di Indonesia hingga saat ini masih boleh
dikatakan belum optimal, baik dalam hal design, pengembangan, pemanfaatan,
pengelolaan, maupun evaluasinya. Kiranya masih dibutuhkan usaha perjuangan yang
sungguh-sungguh dari semua pihak yang terkait dengan teknologi pembelajaran,
baik dari kalangan akademisi, peneliti maupun praktisi.
SEJARAH PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
Teknologi Pendidikan muncul sebagai bidang studi dan
kategori jabatan baru pada tahun 1960, tetapi sebelum itu banyak peristiwa
sejarah yan menajad dasar dari sebuah pondasi teknologi pendidikan secara
keseluruhan. Seperti psejaran perkembangan Instruksional atau pengajaran.
Disinni penulis akan menuliskan lebih lanjut mengenai sejarag perkembangan
tersebut, menyangkut perkembangan Teknologi Instruksional, terdapat beberapa
pendapat mengenai hal tersebut, mereka membaginya ke dalama beberapa priode, di
antaranya :
a. Periode 1932 – 1959
Brown (1984) membahas penjelasan
yang dikemukakan Seattler sekitar perkembangan teknologi instruksional.
Seattler mengemukakan bahwa teknologi instruksional memiliki dua landasan
filosofis dan teoritis yang sangat berbeda, yaitu; physical science dan yang
kedua behavior sicence.
Seattler menjelaskan bahwa konsep
ilmu pengetahuan alam tentang teknologi instruksional biasanya berarti
penggunaan ilmu pengetahuan alam dan teknologi rekayasa, seperti projektor,
tape recorder, televisi dan teaching mekanik untuk menyajikan sekolompok materi
instruksional., cirinya adalah bahwa konsep ini memandang berbagai media
sebagai pembantu untuk mengajar dan berkecendrungan untu lebih memperhatikan
alat dan prosedur dari pada memperhatikan perbedaan individual siswa atau
materi pelajaran.
Gagasan yang paling berpengaruh dan berakar pada konsep imu pengetahuan alam tentang teknologi instruksional ialah memasukkan material (audio visual) dan mesin (proyektor atau gambar hidup. dan mesin (proyektor atau gambar hidup).
Gagasan yang paling berpengaruh dan berakar pada konsep imu pengetahuan alam tentang teknologi instruksional ialah memasukkan material (audio visual) dan mesin (proyektor atau gambar hidup. dan mesin (proyektor atau gambar hidup).
b. Periode 1960 – 1969.
Beberapa kejadian memberikan masukan
terhadap prgeseran teoritis secara besar besaran berkenan dengan teknologi
intruksional pada akhir tahun 1950 dan awal 1960an, terutama peritiwa
peluncuran sputnik pada tahun 1957 yang mencengangkan dunia. Akibat dari itu,
terutama di Amerika, sekolah dikritik karena kegagalannya mengjarkan science
dan matematika dalam kapaitas yang cukup. Karena itu tekanan lebih di alamatkan
kepada teknologi instruksional, akibatnya terdapat dua konstruk teoritis muncul
secar bersamaan yang mempengaruhi lapangan teknologi instruksional. Pertama
yaitu pengaruh yang kuat dari aliran behaviorisme terhadap semua pendekatan
belajar dan yang kedua adalah pendekatan sistem sistem yang datang dari teknik
mesin dan teknologi. Gerakan yang berbeda ini akhirnya melahirkan dan saling
melengkapi yang disebut dengan Pengajaran Terprogram. Gerakan kaum behavioris
melahirkan pegembangan tujuan behavioral, karena diperlukan perumusan tingkah
laju lebih lanjut dalam merancang sebuah proses pembelajaran.
c. Periode 1970 – 1983.
Mendekati akhir tahun 1970, muncul
kembali pendekatan kognitif dalam pembelajaran. Banyak ahli pikologi yang
mengsulakan hal tersebut, salah satunya Wittrock.menurutnya penekatan kognitif
berimplikasi bahwa belajar dan pengajaran secara ilmiah akan lebih produktif
bila dipelajari sebagai sesuatu yang bersifat internal, yakni suatu proses
kognitif berperantara dari pada sebagai produk langsung dari lingungan , orang
atau fktor eksternal lainnya.
d. Periode 1983 – muthakir.
Pada masa ini berlangsung kekacau
balauan akibat pertengan dari landasan teoritik teknologi instruksional.
Perbedaan pendapat ini terutama dialamatkan kepada para perintis audio Visual.
Seperti Salomon, yang menganggap audio visual itu sebagai agen informasi dan
bukan sebagai stimulus yang langsung untuk respon tertentu. Lebih lanjut mereka
berpendapat bahwa media tidak lebih dari kendaraan yang menganku para ahli ke
konfrensi pemecahan masalah dan memberi sumbangan terhadap pemahaman para ahli
tentang masalah tersebut.
Lebih lanjut dari itu sejarah perkembangan Teknologi Pendidikan tidak hanya terbatas pada hal tersebut saja, kita tidak bisa begitu saja melepaskan kaitannya dengan sejarah perkembangan Teknologi Pengajaran. Beberapa para ahli menyebutnya demikian dan mereka menjelaskan perkembangan teknologi pembelajaran ke dalam beberapa masa sejarah, diantaranya :
A. Metode Kaum Sofi.
Perkembangan dari berbagai metoda
pengajaran merupakan tanda lahirnya teknologi pengajaran yang dikenal saat ini.
Beberapa pendidik pada masa lampau, yaitu golongan Sofi di Yunani, para ahli
pendidikan memandang menduga kaum Sofi merupakan kaum teknologi pengajaran yang
pertama. Mereka menyampaikan pelajaran dengan berbagai cara dan teknik . mula
mula mereka menyampaikan bahan pelajaran yang telah disampaikan secara matang,
kemudian mereka melanjutkan dengan perdebatan yang dilakukan dengan secara
bebas, pada saat itulah proses kegiatan belajar itu berlangsung. Kemudian jika
ada minat dari mayarakat untuk belajar, akan dibuat kontrak dan untuk kemudian
menjadi sistem tutor. Pandangan ajaran kaum Sofi didasarkan atas;
1. Bahwa manusia itu berkembang secara
evolusi. Seorang dapat berkembang dengan teratur tahap demi tahap menuju kepada
peradaban yang lebih tinggi. Melalui teknologilah permbeelajaran dapat
diarahkan secara efektif.
2. Bahwa proses evaluasi itu berlagsung
terus, terutama aspk-aspek moral dan hukum.
3. Sejarah dipandang sebagai gerak
perkembangan yang bersifat evousi berkelanjutan.
4. Demokrasi dan persamaan sebagai
sikap masyarakat merupakan kaidah umum.
5. Bahwa asas teori pengetahuan
bersifat progresif, pragmatis, empiris dan behavioristik.
Gagasan kaum Sofi ini cukup banyak mempengaruhi kurikulum di Eropa, misalnya penggunaan retorika, dialektika, dan gramar sebagai materi utama dalam quadrivium dan trivium.
Gagasan kaum Sofi ini cukup banyak mempengaruhi kurikulum di Eropa, misalnya penggunaan retorika, dialektika, dan gramar sebagai materi utama dalam quadrivium dan trivium.
B. Metode Socrates
Bentuk pengajaran lebih ke dalam
bentuk berfilsfat, metode yang dipakan disebut dengan Maieutik atau
menguraikan, yng sekarang dikenal dengan nama metoda inkuiri. Pelaksanaanny
berlangung dengan cara take and give of conversation. Dengan cara memberikan
pertanyaan yang mengarah kepada suatu masalah tertentu. Pada dasarnya Socrates
mengajarkan tentang mencari pengertian, yaitu suatu bentuk tetap dari sesuatu.
C. Metode Abelard.
Metode Abelard ini berlangsung pada
masa pemerintahan Karel Agung di Eropa. Metoda yang di pakai bertujuan untuk
membentuk kelmpok pro dan kontra terhadap suatu materi. Guru tidak memberikan
jawaban final tetapi siswalah yang akan menyimpulka jawaban itu sendiri. Metoda
ini biasa disebut dengan ‘ Sic et Non’ atau setuju atau tidak.
D. Metoda Lancaster
Metoda Lancerter ini dalam bentuk
sistem Monitoring yang merupakan bentuk pengajaran yang unik, meliputi
pengorganisasian kelas, materi pelajaran sesuai dengan rencanannya yang
meningkat dan dikelola secara ekonomis. Lancaster mempelajari konstruksi kelas
kusus yang dapat mendayagunakan secara efektif penggunaan media pengajaran dan
pengelompokan siswa. Dalam sistem pengajaran Lacaster, pemakaian media
pengajaran masih sederhana. Seperti penggunaan pasir dalam melatih siswa
menulis.
E. Metoda Pestalozi.
Pengamatan pada alam merupakan
landasan utama dari proses daktiknya. Pengetahuan bermula dari adanya
pengamatan , dan pengamatan menimbulkan pengertian, selanjutnya pengertian yang
bari itu menimbulkan pengertian yang selanjutnya pengertiaan tersebut bergabung
dengan yang lama untuk menjadi sebuah pengetahuan. Dan dapt dikatakan bahwa
perintisan ke arah peendayagunaan perangkat keras ata hardware sebenarnya telah
dimulai pada masa Pestazoli ini, seperti penciptaan papan aritmatik yang
terbagi dalam kotak kotak yang di setiap kotaknya diberi garis-garis yang
secara keseluruhan berjumlah 100 kotak kecil. Selain itu Pestalozi juga
menciptakan stylabaries untuk melatih siswanya dalam mempelajri angka, bentuk,
posisi dan warna disain.
F. Metoda Froebel.
Metode Froebel didasarkan kepada
metodologi dan pandangan filsafafnya yang intinya mengatakan bahwa pendidkan
masa kanak kanak merupakan hal paling penting untuk keseluruhan kehidupnnya.
Karena itulah Froebel mendikrikan Kindergarten atau yang lebih dikenal dengan
Taman Kanak – kanak. Metoda pengajaran Kindergasten dari Froebel meliputi
kegiatan berikuti :
1. Bermain dan bernyanyi
2. Membentuk dengan melakukan kegiatan.
3. Grift dan Occupation.
G. Metoda Friedrich Herbart.
Praktek pendidikan Herbert terlihat
adanya pengaruh Freobert terutama pada aspek pengembangan moral sebagai tujuan
utama pendidikan. Metoda instruksionalnya didasarkan kepada ilmu jiwa yang
sistematis. Dengan demikian siswa secara pikologis dibentuk oleh gagasan yang
datang dari luar.
Hubungan dan perbedaan teknologi
pendidikan dan teknologi pembelajaran
Teknologi pembelajaran dan teknologi
pendidikan, dua istilah yang terkadang membuat kita bingung, apakah istilah itu
sama ataukah berbeda. Banyak kalangan yang menyebutnya sebagai suatu istilah
yang dapat digunakan secara bergantian dalam lingkup pengertian yang sama.
Namun tak jarang orang yang menganggap keduanya sebagai istilah yang berbeda dengan
alasannya masing-masing.
Dilihat dari pengertian kata
pendidikan dan pembelajaran yang membentuk istilah tersebut tentu berbeda,
menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, “Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya ….”,
sedangkan “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”.
Jika diartikan menurut istilahnya
secara umum, secara konseptual teknologi pendidikan didefinisikan sebagai teori
dan praktik dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, penilaian,
dan penelitian proses, sumber, dan sistem untuk belajar. Definisi tersebut
mengandung pengertian adanya komponen dalam pembelajaran, yaitu teori dan
praktik; desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, penilaian, dan
penelitian; proses, sumber, dan sistem; dan untuk belajar. Jadi istilah
teknologi pendidikan lebih luas cakupannya dibandingkan dengan teknologi
pembelajaran. Teknologi pendidikan mencakup sistem lain yang digunakan dalam
proses mengembangkan kemampuan manusia.
Sedangkan teknologi pembelajaran
merupakan suatu bidang kajian khusus ilmu pendidikan dengan objek formal
“belajar” pada manusia secara individu maupun kelompok. Hal ini karena belajar
tidak hanya berlangsung dalam lingkup sekolah, melainkan juga pada
organisasi misalnya keluarga, masyarakat, dunia usaha, bahkan
pemerintahan. Belajar dapat di mana saja, kapan saja dan siapa saja, mengenai
apa saja, dengan cara dan sumber apa saja yang sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan.
Istilah teknologi pembelajaran
mencakup banyaknya lingkungan pemanfaatan yang mengambarkan fungsi teknologi
dalam pendidikan secara lebih tepat; dapat merujuk baik pada belajar maupun
pembelajaran; dan pemecahan masalah belajar/fasilitas pembelajaran, teknologi
pembelajaran merupakan suatu bidang inovasi dalam bidang pendidikan.
Adanya perbedaan istilah yang
digunakan memang sering menimbulkan persoalan berbagai kalangan. Penggunaan
istilah pendidikan dan pembelajaran oleh masing-masing kalangan memiliki alasan
tersendiri. Seperti pendidikan membantu mempertahankan fokus yang lebih luas
untuk bidang teknologi pembelajaran, dan pembelajaran lebih berkonotasi pada lingkungan
belajar untuk masing-masing objeknya.
Perbedaan bukanlah hal yang dapat
menjadikan suatu perpecahan dalam mengkategorikan dari masing-masing istiah
tersebut. Istilah tersebut tetap akan terpakai sesuai dengan tujuan dari
masing-masing penggunaannya. Karena teknologi pembelajaran merupakan bagian
dari teknologi pendidikan, dalam pengertian bahwa teknologi pembelajaran
merupakan bentuk operasional dari teknologi pendidikan.
Namun ada sisi lain yang juga perlu
kita ketahui, bahwa teknologi pendidikan maupun teknologi pembelajaran
merupakan suatu bidang/disiplin ilmu yang perlu kita pelajari dan pahami dengan
bijak. Karena keduanya menggunakan pendekatan sistem yang holistk dan
komprehensif, bukan pendekatan yang bersifat parsial.
Dari pemaparan tersebut, secara
sederhana dapat disimpulkan perbedaan keduanya jelas terlihat mulai dari
definisi, kawasan kajian, dan ruang lingkup keduanya. Sedangkan hubungan
keduanya adalah keterkaitan antar teknologi pembelajaran dengan teknologi
pendidikan. Mengingat teknologi pembelajaran adalah bagian dari teknologi
pendidikan itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar